Forum Kabaena™

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Berbagi Kabar & Info Disini - Follow Twitter @spiritualz_ dan @kabaena_

INFO UNTUK ANDA

Forum ini ada di Facebook

Share via Twitter

Follow Me : @kabaena_

Image hosted by servimg.com

Instagram Kabaena

Instagram

Kabaena Mailing List

Masukan Email Kamu:

Ngobrol Via Twitter

Latest topics

» HDD External New
Ai no Namida (Air Mata Cinta) EmptyFri Jun 10, 2022 5:19 pm by dodolan

» Buah - Varau
Ai no Namida (Air Mata Cinta) EmptyThu Dec 24, 2020 12:09 pm by kabaena

» 41 Istilah Pendakian
Ai no Namida (Air Mata Cinta) EmptyWed Jan 23, 2019 11:19 am by kabaena

» Kabaena Kampo Tangkeno
Ai no Namida (Air Mata Cinta) EmptySat Oct 27, 2018 9:36 am by kabaena

» 5 Manfaat Ubi Jalar untuk Kesehatan Tubuh
Ai no Namida (Air Mata Cinta) EmptyFri Oct 26, 2018 11:17 am by fla

» Berapa biaya sewa pesawat pribadi atau helikopter?
Ai no Namida (Air Mata Cinta) EmptyWed Oct 24, 2018 10:05 am by fla

» Cara menggunakan 1 akun WhatsApp di 2 smartphone android
Ai no Namida (Air Mata Cinta) EmptyFri Oct 12, 2018 7:32 am by kabaena

» Cara Mudah Membuka Proteksi Password Microsoft Office Excel Tanpa Software
Ai no Namida (Air Mata Cinta) EmptyWed Sep 12, 2018 10:42 am by kabaena

» Serial Number NERO 6
Ai no Namida (Air Mata Cinta) EmptyMon Sep 10, 2018 9:36 am by kabaena

Your Space

LIVE STREAMING TV

Live Streaming

Online Radio Live

Radio Online

    Ai no Namida (Air Mata Cinta)

    kabaena
    kabaena


    Jumlah posting : 306
    Join date : 19.08.11
    Age : 38

    Ai no Namida (Air Mata Cinta) Empty Ai no Namida (Air Mata Cinta)

    Post  kabaena Fri Jan 01, 2016 1:38 am

    Madoka Kagami, siswi kelas 1 SMA di Akihabara International School mempunyai postur tubuh yang tinggi dan langsing. Rambut panjangnya yang berwarna pirang selalu terurai panjang kecuali saat olahraga, ia selalu menguncir rambutnya menjadi dua.

    Seperti biasa masa remaja adalah dimana di masa-masa itu sudah mengenal yang namanya cinta, begitu juga dengan Madoka, ia naksir berat dengan teman sekolahnya Shun Kasami, cowok paling populer di sekolahnya, bisa dibilang cowok cool yang pintar dan jago main basket. namun, ia agak sedikit menyebalkan menurut Kagami. Entah, apa bisa Madoka mendapatkan hatinya.

    “hey, Madoka! Mengapa kau melamun saja? Ayo taruh bajumu di loker, kita kan hari ini olahraga.” kata Ruru, sahabatnya.
    “ah, baiklah.” kataku lalu bangkit dari tempat dudukku. “kenapa harus olahraga lagi sih? Menyebalkan.” kataku sambil memasukkan baju dan almamaterku ke loker.
    “mengapa kau selalu berkata seperti itu saat pelajaran olahraga?” tanya seseorang.
    “karena aku membencinya! Memang kenapa kau ber…” kataku terputus saat menutup lokerku dan melihat orang yang berkata barusan. “Shun?!” kataku terperanjat.
    “kau bilang membencinya? Dasar perempuan payah.” kata Shun lalu meninggalkanku.
    “arghh… dasar kau laki-laki tak tahu sopan santun!” geramku.
    Shun hanya melihat ke arahku sebentar sambil tersenyum sinis.
    “Madoka, ayo kita pergi ke lapangan. Aku dan Ruru sudah siap.” kata Himoru.
    “baiklah, ayo Ruru, Himoru kita pergi ke lapangan.” ajakku.

    Sesampainya di lapangan, pak Maeda memberitahu bahwa hari ini ada latihan marathon jarak pendek. Pertandingannya hanya 1 lawan 1 itu artinya hanya ada 2 peserta. Ternyata Ruru melawan Hitori dan Himoru melawan Hanako. “lalu bagaimana denganku?” batinku.
    “Madoka Kagami melawan Shun Kasami!” kata pak Maeda.
    “APAA!!!” jerit Madoka seperti disambar halilintar.
    “pak, mengapa aku harus dengan Shun?” protesku.
    “menurut absen disini menuliskan nama belakangnya terlebih dahulu dan nama belakang kalian adalah Kagami dan Kasami.” kata pak Maeda. Kulihat Shun tersenyum sinis terhadapku.
    “kenapa? Kau takut lomba denganku?” ejek Shun.
    “apa? Aku takut berlomba dengan kelinci kecil sepertimu? Itu konyol!” ejekku.
    “baguslah, kukira kau takut berlomba dengan kelinci karena kelinci adalah hewan yang lari dengan cepat.” kata Shun lalu pergi.
    Aku menutup mulutku. “kelinci? Astaga, aku salah bicara mengapa aku mengatakannya kelinci? Harusnya kan siput. Ah, bodoh sekali aku ini!” batinku.

    Aku melihat teman-temanku bertanding. Kulihat Ruru menang bertanding dengan Hitori, Hanako pun begitu. Tak lama kemudian aku pun dipanggil pak Maeda. “Madoka dan Shun silahkan untuk bersiap.” DEG! Jantungku serasa ingin jatuh, bagaimana jika aku kalah nanti. Aku mengepalkan kedua tanganku dan mulai menarik nafas, aku pun bersiap-siap.
    “hey kau takut ya?” ejek Shun.
    “aku sama sekali tidak takut!” kataku.
    “baguslah siput.” kata Shun sambil tersenyum sinis.
    “ah tutup mulutmu!” bentakku.

    “siap, bersedia… MULAI!” teriak pak Maeda sambil meniup peluit.
    Aku berlari sekuat tenaga, tadinya aku ingin menyerah saja tapi aku teringat pesan nenekku. Beliau bilang jangan menyerah dalam apapun keadaanmu karena Tuhan selalu ada di dekatmu. “ya, Tuhan selalu ada di dekatku, aku yakin Tuhan akan menolongku.” gumamku.
    Aku berlari sekuat tenaga hingga akhirnya aku menang! “yeah!” teriakku gembira. Shun hanya tersenyum tanpa sepengetahuan Madoka, entah itu senyum apa. Sinis atau terharu.
    “Madoka, kau hebat!” kata.
    “arigatou gozaimasu teman-te…” kata Madoka lalu pingsan.
    “Madoka!!!” teriak semua murid.
    Shun tampak terkejut ia langsung membawa Madoka menuju UKS. Sesampainya di UKS Madoka mendapat pertolongan.

    “uhh… dimana ini?” gumamku.
    ceklek! Pintu UKS pun dibuka oleh seseorang. “sudah sadar?” tanya orang itu.
    “kau lagi!” kataku.
    “bukankah seharusnya kau berterima kasih hah?” kata Shun.
    “huh, arigatou” kataku singkat lalu mencoba turun dari tempat tidur UKS.
    “butuh bantuan?” kata Shun.
    “tidak perlu aku bisa sen… aww!” ringisku. kakiku sulit sekali rasanya untuk bangun. “aduh.. tolong aku…” ringisku.
    “katanya kau tidak butuh bantuan”
    “huh, aku tidak membutuhkan bantuanmu!”
    “kau yakin?”
    “tentu saja!”
    “ya, baguslah kalau begitu. Mungkin kau tak akan keluar dari UKS sampai pulang nanti.” kata Shun.
    “huh, menyebalkan!” gumamku. Aku mencoba bangun dann… GUBRAK! “aku menyerahh…aku tak bisa bangun…” kataku sambil melambaikan tanganku. Shun hanya menoleh tanpa berkata-kata. “hey! Tolong aku!” kataku.
    “menolongmu?”
    “iya! Tolong aku!”
    “tadi kau tidak membutuhkanku.”
    “sekarang aku membutuhkanmu” kataku.
    Shun menghela nafas panjang. “gadis ini aneh sekali, tapi perjuangannya untuk berdiri luar biasa walaupun ia sampai jatuh. Padahal kakinya sempat terkilir.” batin Shun.

    Shun pun mengangkat tubuh Madoka dan menggendongnya di belakang. “sekarang kau tahu apa arti dari menolong?” tanya Shun.
    “iya, gomenasai…” kataku menyesal.
    “kau hidup di dunia ini tidak sendiri, kau pasti membutuhkan orang lain. Maka dari itu jangan terlalu bangga dengan kekuatanmu sendiri.” kata Shun.

    KRIINGG…!! bel berbunyi tanda istirahat.
    “kau mau kuantar ke kelas atau kantin?” tanya Shun.
    “kelas saja…” jawabku lemas.
    “kenapa kau pingsan tadi?” tanya Shun.
    “entah, mungkin aku belum sarapan.” kataku pelan.

    Sesampainya di kelas…
    “hey! Itu Madoka!” kata Hanako. Teman-teman sekelasku tampaknya iri melihatku digendong oleh Shun.
    “ayo bantu dia” kata Ruru.
    Hanako dan Ruru pun membantuku duduk di kursiku.
    “arigatou…” kataku.
    “ini, makanlah tadinya aku ingin memberimu ini di UKS tapi tadi kan kau tidak membutuhkanku.” kata Shun sambil menyodorkan sebuah roti coklat dan 1 susu UHT coklat ukuran mini.
    “arigatou Shun… sudahlah tidak usah membahas hal itu lagi.” kataku lemas.
    “itu fakta bukan fitnah” kata Shun lalu pergi meninggalkanku.
    “dasar menyebalkan” gumamku.

    “Madoka, kau tidak apa-apa kan?” tanya Ruru.
    “aku baik-baik saja kok” kataku sambil meminum susu coklat.
    “uwaa… senangnya kamu bisa di gendong shun” kata Hanako.
    “huh, biasa saja” kataku.
    Tampaknya teman sekelasku iri dengan kejadian tadi, huh bakalan ada gosip deh…

    Keesokan harinya…
    “ya, jadi bisa dikatakan kalau tenaga nuklir itu berbahaya tapi sekaligus hebat. Lalu…” perkataan sensei Oyama terputus.
    “permisi” kata seseorang sambil mengetuk pintu.
    “silahkan masuk” kata sensei.
    “gomenasai menggangu sensei. Kami minta waktunya sebentar.” kata pak kepala sekolah.
    “silahkan.” kata sensei.
    “konnchiwa minna”
    “konnichiwa sensei!” kata murid-murid serempak.
    “sehubungan sebentar lagi akan diadakannya pentas seni untuk kelulusan kalian, pihak sekolah akan mengadakan sebuah drama yang berjudul Diamond. Namun, tidak semua murid dapat menjadi peran. Kami hanya akan memilih orang-orang tertentu. Di dalam drama ini kami membutuhkan 4 peran utama dan berdasarkan hasil keputusan rapat, serta penilaian dari guru-guru, inilah pemeran utamanya. Untuk yang berperan menjadi pangeran Edward yaitu Shun Kasami” kata pak kepala sekolah. Semua murid bersorak, begitu antusias.
    “lalu yang menjadi pangeran Stren adalah Hatake Tomomiya. Yang menjadi putri Sofia adalah Hanako Kagarashi! Dan yang menjadi putri Evelyn adalah Arumi Fushiko atau Ruru!” kata pak kepala sekolah. Ternyata kedua sahabatku terpilih menjadi peran utama.
    “selamat ya…” kataku sambil menjulurkan tangan kepada Hanako dan Ruru.
    “arigatou gozaimasu Madoka. Jangan kecewa atas keputusan kepala sekolah ya, kami mohon…” kata Ruru.
    “tidak, sama sekali tidak. Aku senang kalian bisa menjadi peran utama untuk mewakili kelas kita.” kataku sambil tersenyum.

    Hari demi hari, aku sering melihat Ruru dan Hanako berlatih di aula. Semenjak mereka menjadi peran, aku sering pulang sendiri. Ah, tidak apa-apa mungkin aku belum pantas untuk menjadi seorang pemain drama. Suatu malam, aku melihat-lihat internet. Hanya sekadar membaca cerpen karya-karya orang lain. Lalu aku menemukan sebuah cerpen yang berjudul Diamond. Aku pun membacanya, ternyata alur kisahnya mirip dengan drama di sekolahku, yaitu tentang perjuangan 4 sahabat yang masing-masing mempunyai saudara kembar dan pada akhirnya mereka menikah. “dongeng yang indah…” gumamku.

    Hari kelulusan pun tiba, aku berangkat ke sekolah lebih awal. Pagi itu aku melihat mereka sedang sibuk mempersiapkan kostum. “ohayou gozaimasu Ruru” sapaku kepada Ruru yang pagi itu sedang sibuk menata rambutnya.
    “ohayou gozaimasu Madoka, oh iya apa kau melihat Hanako? Dia belum datang sedari tadi. Padahal waktunya tampil 1 jam lagi.” kata Ruru.
    “tidak, aku tidak melihatnya.” kataku.
    “dia kemana ya?” kata Ruru.
    “hei Ruru! Aku baru mendapat kabar kalau Hanako tiba-tiba tidak bisa mengikuti drama! Kakinya terkilir.” kata Hatake.
    “APA?!” kataku dan Ruru bersamaan. Kami benar-benar tidak percaya.
    “bagaimana ini…” kata Ruru.
    “sensei!!! Sensei Oyama!!! Hanako tidak bisa tampil, kakinya terkilir tadi pagi!” teriak Ruru pagi itu.
    “apa?! Lalu, bagaimana dramanya?” tanya sensei Oyama.
    “aku tahu, siapa yang bisa menggantikan Hanako.” kata Shun.
    Semuanya menatap ke arah Shun. Lalu tiba-tiba Shun menunjuk ke arahku.
    “aku?” tanyaku.
    “ya kau, kau bisa menggantikan Hanako. Rambutmu mirip dengan Hanako.” kata Shun.
    “tapi, aku tidak siap, kostumku, rambutku, naskahnya? aku benar-benar tidak siap…” kataku.
    “kalau urusan tata rias dan busana kami akan membantumu. Kau kan anak yang mempunyai imajinasi tinggi. Kau bisa menggunakan kata-kata sendiri nanti. Percayalah.” kata sensei Oyama. Aku pun mengangguk akhirnya mereka semua membantuku, pertama-tama mencari kostum untukku.

    Aku mencoba membaca naskahnya sekilas. Aku sudah membaca cerita ini semalam, jadi aku sedikit tahu alur ceritanya. “nah, kau pakai kostummu dulu sana” perintah Ruru. Aku mengangguk dan segera mengganti bajuku. Setelah mengganti baju, sensei Oyama dan Ruru membantu menata riasku. Sedangkan Hatake dan Shun membantu menyiapkan panggung.

    30 menit kemudian…
    “selesai!” pekik sensei Oyama.
    “lihatlah betapa cantiknya dirimu Madoka.” kata Ruru. Aku pun melihat ke cermin.
    “ya ampun… apa ini aku? Apa aku mimpi?” kataku tak percaya. Aku memakai gaun putih dan sarung tangan putih serta bando bunga putih yang melingkar di kepalaku. “rambutku.. seharusnya rambut putri Sofia itu bergelombang lebat kan? Mengapa ini hanya di bawah saja?” tanyaku.
    “ya, mengingat tidak ada waktu untuk merubah rambutmu, jadi lebih baik dimodifikasi sedikit.” kata Ruru. “semuanya, apakah sudah sele…” kata-kata Shun terputus saat ia melihat Madoka.
    “siapa gadis itu?” tanya Shun.
    “ini Madoka.” kata sensei Oyama.
    “kawaii, kau terlihat perfect Madoka.” kata Hatake.
    “arigatou, ayo kita ke panggung.” kataku.
    “Madoka, dia manis sekali… dia benar-benar mirip putri Sofia yang akan menikah dengan pangeran Edward. Dia bagaikan bidadari… kenapa aku tak pernah menyadarinya?” batin Shun.

    Pertunjukkan pun berlangsung dengan lancar, walaupun saat dialog terakhir, aku melupakan sesuatu. Maklum saja, aku berkata-kata dengan kalimat yang ada di pikiranku sendiri dan sama sekali tidak ada di naskah. Di tengah-tengah acara aku melihat Hanako duduk di kursi roda sambil mengacungkan jempolnya kepadaku. Aku pun tersenyum. Setelah drama selesai, aku pun mengganti kostumku dengan seragam sekolah dan naik kembali ke atas panggung untuk membaca puisi serta menyanyikan lagu perpisahan bersama teman-temanku.

    Acara perpisahan pun selesai dan berakhir dengan air mata, semuanya berpelukan. Aku sendiri duduk di bangku taman sekolah. “kau tahu, perpisahan itu menjadi hal yang berat untuk dilaksanakan. Tapi tak selamanya perpisahan berakhir dengan air mata.” kata Shun lalu duduk di sebelahku.
    “maksudmu?” tanyaku.
    “dulu, aku menganggapmu sebagai perempuan yang payah, ceroboh, pemarah, bawel, lemah tapi sekarang…”
    “sekarang kenapa?” tanyaku.
    “do you wanna be my girlfriend? Madoka, Daisuki yo (aku menyukaimu) Hanto ni Ai shite iru yo (aku benar-benar mencintaimu)!” kata Shun sambil menyodorkan bunga.
    Aku agak kaget dan bingung. Bagaimana bisa Shun menyukaiku? Apakah aku bermimpi lagi? Tapi, ini jelas bukan mimpi. “umm… i think yes…” kataku malu sambil menitikkan air mata.
    “really?” tanya Shun. Aku mengangguk sambil tersenyum.
    “yeahh!!!” teriak Shun bahagia.
    “hahahaha…” kami pun tertawa bersama.
    “lihatlah, sepasang kekasih baru!” teriak seseorang.
    Aku dan Shun menoleh ke belakang. Rupanya mereka semua teman sekelasku.
    “selamat ya!!!” sorak mereka semua.
    Tanpa kusadari aku meneteskan air mata bahagia. Tak lama kemudian di balik kerumunan, terlihat Hanako muncul dengan kursi roda yang didorong Ruru dan mendekatiku. “Madoka, peranmu tadi sebagai putri Sofia benar-benar menakjubkan. kau seperti putri Sofia yang asli. Selamat ya untuk kalian berdua. Arigatou ne Madoka, telah ingin menggantikan peranku sebagai putri Sofia.” kata Hanako.
    “do itte…” kataku sambil tersenyum lalu memeluk erat Hanako dan Ruru.

    “teman-teman, izinkan aku menyampaikan kata-kata perpisahanku yang terakhir… aku berterimakasih kepada kalian, karena telah mau menjadi teman yang baik untukku. Maafkan aku, bila aku dulu kasar dengan kalian. Sekarang, aku akan mengambil langkah baru untuk masa depanku nanti. Aku ingin kita bisa berkumpul setiap ada Hanami. Untuk Shun, terima kasih telah menolongku waktu itu. Maafkan aku yang waktu itu menyebalkan bagimu.” kataku sambil menatap Shun.
    “senyummu sudah cukup untuk membalas semuanya Madoka.” kata Shun lembut sambil tersenyum.

    Akhirnya kami pun berpelukan satu sama lain melepas haru dan sedih. Setelah itu kami berfoto bersama sebagai kenangan terakhir kami. Sungguh, perpisahan yang berakhir dengan indah sekaligus menyedihkan. Perpisahan yang tak akan kulupakan seumur hidupku. Aku sayang kalian Hanako, Ruru dan tentu kau Shun…



    Profil Pengarang Nama: Maylina Khansa Damara
    Tempat tanggal lahir: 18 Oktober 2000
    Facebook: Maylina Khansa Damara
    Twitter: @Maylinakhansa_



      Waktu sekarang Fri May 17, 2024 5:00 pm