Forum Kabaena™

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Berbagi Kabar & Info Disini - Follow Twitter @spiritualz_ dan @kabaena_

Similar topics

INFO UNTUK ANDA

Forum ini ada di Facebook

Share via Twitter

Follow Me : @kabaena_

Image hosted by servimg.com

Instagram Kabaena

Instagram

Kabaena Mailing List

Masukan Email Kamu:

Ngobrol Via Twitter

Latest topics

» HDD External New
Aceh-Ottoman dalam Koin Emas EmptyFri Jun 10, 2022 5:19 pm by dodolan

» Buah - Varau
Aceh-Ottoman dalam Koin Emas EmptyThu Dec 24, 2020 12:09 pm by kabaena

» 41 Istilah Pendakian
Aceh-Ottoman dalam Koin Emas EmptyWed Jan 23, 2019 11:19 am by kabaena

» Kabaena Kampo Tangkeno
Aceh-Ottoman dalam Koin Emas EmptySat Oct 27, 2018 9:36 am by kabaena

» 5 Manfaat Ubi Jalar untuk Kesehatan Tubuh
Aceh-Ottoman dalam Koin Emas EmptyFri Oct 26, 2018 11:17 am by fla

» Berapa biaya sewa pesawat pribadi atau helikopter?
Aceh-Ottoman dalam Koin Emas EmptyWed Oct 24, 2018 10:05 am by fla

» Cara menggunakan 1 akun WhatsApp di 2 smartphone android
Aceh-Ottoman dalam Koin Emas EmptyFri Oct 12, 2018 7:32 am by kabaena

» Cara Mudah Membuka Proteksi Password Microsoft Office Excel Tanpa Software
Aceh-Ottoman dalam Koin Emas EmptyWed Sep 12, 2018 10:42 am by kabaena

» Serial Number NERO 6
Aceh-Ottoman dalam Koin Emas EmptyMon Sep 10, 2018 9:36 am by kabaena

Your Space

LIVE STREAMING TV

Live Streaming

Online Radio Live

Radio Online

    Aceh-Ottoman dalam Koin Emas

    ganz
    ganz


    Jumlah posting : 120
    Join date : 04.02.12

    Aceh-Ottoman dalam Koin Emas Empty Aceh-Ottoman dalam Koin Emas

    Post  ganz Mon Mar 03, 2014 9:08 am

    Aceh-Ottoman dalam Koin Emas 68131118_Koin-Emas-Aceh

    Penemuan koin emas bertuliskan nama Sultan Aceh dan Sultan Ottoman menandakan hubungan antara kedua kerajaan Islam itu.

    RATUSAN keping koin emas kuno peninggalan Kesultanan Aceh ditemukan penduduk di Gampong Pande, Aceh, pada 11 November 2013. Beberapa koin bertuliskan nama Alaudin Riayat Syah Al-Kahar, sultan Aceh, berdampingan dengan Sulaiman I, sultan Ottoman Turki. Penemuan ini bukti penting yang menegaskan hubungan diplomatik antara Aceh dan Ottoman sejak abad ke-16.

    Sultan Al-Kahar adalah Sultan Aceh ketiga yang berasal dari Dinasti Meukuta Alam, dinasti pendiri Kerajaan Aceh. Dia berkuasa antara tahun 1537 sampai 1571. Pada masanya, Aceh menjadi kekuatan politik dan ekonomi yang dominan di Sumatra dan Semenanjung Malaka.

    Portugis, yang menguasai Malaka sejak tahun 1511, menjadi rival Aceh dalam meluaskan pengaruhnya di Selat Malaka, baik dalam konteks politik maupun ekonomi. Karena itu, Aceh menjalin kontak dengan Kesultanan Ottoman untuk menjajaki kerjasama menghadapi Portugis.

    “Setelah tumbuh menjadi lebih besar dari sebelumnya, Kesultanan Ottoman menjelma menjadi tempat bagi kerajaan-kerajaan Islam di Timur (India dan Kepulauan Nusantara) yang baru berkembang menaruh harapan dalam menghadapi Portugis,” tulis Giancarlo Casale dalam The Ottoman: Age of Exploration.

    Utusan Aceh kali pertama datang ke Istanbul pada 1562. Mereka meminta bantuan senjata berupa meriam. Terkesan dengan utusan Aceh ini, sultan yang berkuasa saat itu, Sulaiman I, mengirimkan meriam beserta teknisinya serta seorang diplomat bernama Lutfi Bey.

    Kedatangan Lutfi Bey ke Aceh menjadi penting karena berdasarkan laporannya, orang-orang Turki menjadi paham posisi strategis Aceh sebagai pusat perdagangan dan garis terdepan umat Islam dalam menghadapi Kristen Portugis di Nusantara. Aceh sendiri antusias menjadi bawahan Kesultanan Ottoman.

    “Surat diplomatik yang Lutfi Bey bawa ketika dia kembali ke Istanbul pada 1566, menyatakan bahwa Sultan Al-Kahar tidak lagi ingin sekadar meminta senjata kepada Sultan Sulaiman I. Tidak pula ingin menjalin hubungan politik antar dua kerajaan yang berdiri sama sejajar. Melainkan dia ingin agar dirinya dan negerinya, Aceh, diperintah secara langsung oleh Sultan Sulaiman I sebagai ganti bantuan Ottoman dalam menghadapi Portugis,” lanjut Casale.

    Antusiasme Aceh ditanggapi positif oleh Sultan Sulaiman I sebelum akhirnya dia mangkat dan digantikan Sultan Selim II. Dia memerintahkan angkatan lautnya untuk mengirim armada sebanyak 15 kapal layar ke Aceh yang bermuatan prajurit, penasehat militer, teknisi meriam, juga tukang-tukang seperti penambang, pandai besi, dan pandai emas.

    Sayangnya, armada yang dijadwalkan tiba di Aceh pada 1568 terpaksa mengalihkan perjalanan ke Yaman, Arab Selatan, untuk memadamkan sebuah pemberontakan. Hanya dua buah kapal yang tiba di Aceh tanpa membawa senjata. Kedua kapal itu membawa sekelompok pedagang dan teknisi meriam, yang tidak cukup untuk memuluskan rencana Sultan Al-Kahar menyerang Portugis di Malaka pada 1570.

    Penambangan dan penempaan bijih besi bukan barang baru di Aceh. Sejak zaman Samudra Pasai pada abad ke-14, timah dan emas telah ditemukan, bahkan dijadikan satuan mata uang dengan ukiran nama raja yang berkuasa di kedua sisinya. Mereka menempa mata uang timah yang bernama cash dan mata uang dari emas yang bernama mas. Sistem ini kemudian diadopsi raja-raja Aceh.

    Menurut Denys Lombard dalam Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636), Sultan Al-Kahar-lah yang memperkenalkan mata uang Aceh pertama, yakni dirham.

    “1 pardew (mata uang Portugis yang ditempa di Goa, India) sama dengan 4 dirham Aceh,” tulis Lombard. “Namun nilai mata uang itu sendiri sering mengalami perubahan yang besar sekali. Para penjelajah selalu memberi nilai yang berbeda-beda, kadang-kadang bahkan dalam jarak waktu yang hanya beberapa bulan.”

    Nama Sultan Sulaiman I yang terukir bersanding dengan Sultan Al-Kahar dalam beberapa koin emas Aceh merupakan bukti pengakuan Kesultanan Aceh atas kekuasaan Kesultanan Ottoman sebagai pemegang inti dunia Islam saat itu. Nama Sultan Ottoman juga selalu disebutkan dalam tiap khotbah Jumat.

    Ditulis: Rahadian Rundjan


      Waktu sekarang Sat May 11, 2024 11:10 pm