Forum Kabaena™

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Berbagi Kabar & Info Disini - Follow Twitter @spiritualz_ dan @kabaena_

Similar topics

INFO UNTUK ANDA

Forum ini ada di Facebook

Share via Twitter

Follow Me : @kabaena_

Image hosted by servimg.com

Instagram Kabaena

Instagram

Kabaena Mailing List

Masukan Email Kamu:

Ngobrol Via Twitter

Latest topics

» HDD External New
(Tokotua Heritage) MENGHARAP ANGIN SURGA DI BOMBANA EmptyFri Jun 10, 2022 5:19 pm by dodolan

» Buah - Varau
(Tokotua Heritage) MENGHARAP ANGIN SURGA DI BOMBANA EmptyThu Dec 24, 2020 12:09 pm by kabaena

» 41 Istilah Pendakian
(Tokotua Heritage) MENGHARAP ANGIN SURGA DI BOMBANA EmptyWed Jan 23, 2019 11:19 am by kabaena

» Kabaena Kampo Tangkeno
(Tokotua Heritage) MENGHARAP ANGIN SURGA DI BOMBANA EmptySat Oct 27, 2018 9:36 am by kabaena

» 5 Manfaat Ubi Jalar untuk Kesehatan Tubuh
(Tokotua Heritage) MENGHARAP ANGIN SURGA DI BOMBANA EmptyFri Oct 26, 2018 11:17 am by fla

» Berapa biaya sewa pesawat pribadi atau helikopter?
(Tokotua Heritage) MENGHARAP ANGIN SURGA DI BOMBANA EmptyWed Oct 24, 2018 10:05 am by fla

» Cara menggunakan 1 akun WhatsApp di 2 smartphone android
(Tokotua Heritage) MENGHARAP ANGIN SURGA DI BOMBANA EmptyFri Oct 12, 2018 7:32 am by kabaena

» Cara Mudah Membuka Proteksi Password Microsoft Office Excel Tanpa Software
(Tokotua Heritage) MENGHARAP ANGIN SURGA DI BOMBANA EmptyWed Sep 12, 2018 10:42 am by kabaena

» Serial Number NERO 6
(Tokotua Heritage) MENGHARAP ANGIN SURGA DI BOMBANA EmptyMon Sep 10, 2018 9:36 am by kabaena

Your Space

LIVE STREAMING TV

Live Streaming

Online Radio Live

Radio Online

2 posters

    (Tokotua Heritage) MENGHARAP ANGIN SURGA DI BOMBANA

    lakambula
    lakambula


    Jumlah posting : 469
    Join date : 27.11.09
    Age : 38

    (Tokotua Heritage) MENGHARAP ANGIN SURGA DI BOMBANA Empty (Tokotua Heritage) MENGHARAP ANGIN SURGA DI BOMBANA

    Post  lakambula Sat Feb 06, 2010 5:30 am


    (Tokotua Heritage) MENGHARAP ANGIN SURGA DI BOMBANA Batusa12
    Gunung Batusangia

    -Menanggapi Permintaan Tulisan Muhammad Sudarman (Catatan Kecil: Menuju Bombana I) di AFB

    Sesungguhnya tidak ada yang istimewa dari kabupaten yang baru berdiri 10 tahun silam ini. Kecuali emas, tidak ada yang dapat menambah devisa otomatis bagi wilayah ini. Pun, tidak ada yang menarik dengan perhelatan lima tahunan di wilayah ini, kecuali kepentingan politik yang akan membawa para pelakunya pada puluhan kasus korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.

    Tetapi, masih ada harapan di sela-sela kemuskilan itu, sekadar tidak memakzulkan, bahwa keputusan pemerintah pusat 10 tahun silam itu bukan upaya sia-sia, bahwa menjadikan Bombana otonom hanya untuk menjemput keinginan-keinginan politis-hipokrit.

    Banyak yang mengira, kompetisi politik di Bombana, akan menyedot perhatian. Apa yang disangkakan itu, tidak lebih dari isu-isu memuakkan yang hanya pantas dibicarakan bagi mereka yang berkepentingan, bagi mereka yang masih merasa perlu menumpuk kekayaan dengan memanfaatkan uang-uang negara.

    Ah, ini demi kepentingan rakyat. Ini kan demi kepentingan yang lebih luas bahwa Bombana masih lebih berdaya. Ah, Anda akan terasa bodoh jika berfikir seperti itu. Kepentingan rakyat yang mana? Rakyat lokal, selama Bombana berdiri, rakyat lokal—para pewaris Bombana—sama sekali tidak merasa terwakili dalam setiap kebijakan pemerintah. Pemerintah daerah Bombana, dalam masa itu, terlalu asik dengan ueforia finansial keuangan negara. Dalam fikir mereka, itu adalah hak mereka, bukan hak rakyat secara umum, apalagi rakyat lokal. Friksi tajam terjadi dimana-mana, tanpa ada yang dapat membendung.

    Saya, tidak melihat satupun kemungkinan bahwa Bombana akan sedikit lebih maju dalam 20 tahun ke depan, jika orang-orang yang merasa bisa memimpin Bombana masih terpasung dalam pemahaman keliru; bahwa alam dan rakyat Bombana hanyalah objek, dan sebagai subjek, orang-orang dengan kemampuan manipulatif masih merasa perlu menjadikan pokok-pokok bahasan ini sebagai alat.

    Sederhananya, masyarakat lokal Bombana, orang Moronene, hampir bisa dipastikan merasa diabaikan ditanahnya sendiri. Lima tahun, bukan waktu yang sedikit untuk melihat mental kepemimpinan “saudara-saudara” jauh mereka. Kesempatan yang diberikan itu, harus dibayar mahal dengan kekecewaan, bahwa “saudara-saudara” mereka itu hanya membawa kerusakan bagi alam dan bumi orang Moronene, Bombana.

    Jangan dikira oleh Anda, bahwa petitih lama “Alamu Bombana, Wita-i Moronene” telah hilang makna di tangan generasi-generasi sekarang. Secara akulturatif perkiraan ini masih mungkin benar. Namun, secara esensial, pemahaman itu bisa dijadikan alat untuk membangun friksi yang lebih jelas. Akan kita lihat di bagian lain dalam tulisan ini. Saya akan menanggapi ini secara lebih lugas saja.

    PETA POLITIK & PILKADA 2010; SIAPA UNGGUL?

    Seorang kawan, Muhammad Sudarman, telah mencoba memetakan kekuatan para petarung di Pilkada Bombana 2010. Cara dia memetakannya, telah cukup baik, kendati terlihat belum keseluruhan. Beberapa faktor yang mendorong terjadinya perubahan laten, tidak disentuh. Semisal, koalisi, kesepakatan politis, dan kemungkinan dead-lock. Tapi, tidak mengapa, paling tidak, memetakan kekuatan masing-masing calon berdasarkan peta etnografis, kemungkinan dukungan politis partai, dan kekuatan finansial, dapatlah dijadikan alat ukur yang baik.

    Ah, ini pun kesannya terlalu terburu-buru, kawan. Penetapan KPUD belum lagi usai. Tapi, marilah kita lihat dari luar perspektif saudara Sudarman.

    M. Subhan Tambera, sebagai salah satu calon incumbent, memang benar, jika di tahun-tahun terakhir periode 2004-2009, wakil bupati ini terlihat kurang mesra, kurang koordinatif dengan bupati Atikurrahman. Bahkan, dibeberapa kesempatan, Subhan mampu “menahan” laju keinginan Atikurrahman menjalankan rencana politis di wilayah itu. Sebutlah, ketika Subhan menolak mendukung putra sang bupati dalam laga legislatif daerah, seketika tindakan ini menyodorkan kesan pada masyarakat bahwa di antara dua tokoh puncak daerah itu, memang ada friksi tajam.

    Subhan Tambera, sesungguhnya bukanlah tokoh politis lama. Umur kaderisasinya di Golkar pun bisa dihitung. Praktis, Subhan, bergabung dengan Golkar ketika supremasi orde baru tumbang pada 1998. Selain memang kesempatan yang tidak memungkinkannya bergabung lebih awal di Golkar, juga karena ada “faktor X” yang tidak relevan saya kutip disini.

    Tetapi, di luar semua faktor itu, Subhan harus dihitung sebagai lawan tangguh. Jika kita mencermati, mengingat, prosesi Pilkada tahun 2004 silam, kita akan dapat membayangkan siapa sesungguhnya politisi satu ini. Telah menjadi pengetahuan umum, bahwa Subhan bisa saja menjadi bupati ketika itu. Namanya keluar sebagai pemenang konfensi. Sebagai pemenang konfensi, ketika itu, Subhan sesungguhnya berhak menempati posisi pertama dalam komposisi pasangan. Kisah selanjutnya kita tahu, jadi tak perlu saya berpanjang-lebar mengenai ini.

    Dengan posisi partai Golkar yang masih cukup kuat di Bombana—dan provinsi—banyak hal yang akan terjadi dalam Pilkada tahun ini. Siapapun tahu, dalam laga politis seperti ini, hal-hal yang sulit diprediksi pun bisa terjadi. Apalagi, memang, tidak ada parpol yang dominan secara politis di Bombana; tidak Golkar, tidak PBB, pun tidak Demokrat.

    Kekuatan finansial Subhan sulit diduga. Secara pribadi, ada kemungkinan harta kekayaan orang ini mengalami kenaikan dalam lima tahun. Pastilah demikian, jika melihat perilaku para eksekutif daerah ini yang kurang baik dalam mengurusi keuangan negara. Tapi, apa ini cukup? Ada banyak kepentingan di luar tubuh Golkar Bombana yang akan bermain, termasuk kepentingan Golkar provinsi akan deras masuk. Di balik kepentingan-kepentingan itu, kekuatan finansial siap diberikan. Akan ada kompensasi politis berupa “hak-hak istimewa” jika Subhan menang nantinya.

    Di lain pihak, beberapa parpol yang diinisiasi dan dikawal politisi-politisi pecahan Golkar—atau yang tadinya dikenal sebagai kino Golkar—macam Patriot dan Demokrat, bisa saja memberikan peluang itu dengan kompensasi dan deal politik yang lebih matang.

    Sebagai calon incumbent, Atikurrahman, kendati peluangnya kecil tetap harus diperhitungkan. Calon ini—menurut keyakinan beberapa tokoh masyarakat dan organisasi masyarakat—sulit mempertahankan kepemimpinannya di Bombana. Kasus-kasus yang membelit dirinya dan beberepa anggota keluarganya, sudah cukup melengkapi prediksi tentang “kesulitan” yang dimaksud.

    Seperti yang terungkap di atas, memang ada friksi antara dirinya dengan wakilnya, Subhan Tambera. Benturan kepentingan, antara dirinya, dengan beberapa petinggi legislatif—yang juga tokoh partai lokal—juga terlihat. Hubungan tidak mesra ini bisa ikut mempengaruhi keinginannya untuk terus maju. Lima tahun kepemimpinannya, rupanya juga diwarnai dengan kekecewaan-kekecewaan yang datang dari hampir semua tokoh masyarakat—baik Moronene dan Bugis—dan, termasuk yang paling keras, datangnya dari para komponen Lembaga Adat Moronene. Kepemimpinannya diakui lemah sama sekali. Atikurrahman dianggap tidak bisa mengendalikan “aksi-aksi” impulsif kalangan keluarganya dalam pengelolaan proyek daerah, hingga berujung pada tindakan-tindakan koruptif.

    Atikurrahman juga dinilai kurang menunjukan moral yang baik sebagai pemimpin; karena secara terang-terangan “mendukung” poligami. Ini juga akan melemahkan dia di kalangan pemilih perempuan dan tokoh agama. Kalangan pendidikan juga akan berpikir dua kali untuk memilihnya lagi, dikarenakan rendahnya kepeduliannya terhadap dunia pendidikan di wilayah yang warganya masih memiliki atensi terhadap pendidikan ini. Satu lagi, yang kiranya jangan dilupakan, yakni kebijakan-kebijakan Attikurrahman yang tidak aspiratif terhadap pengelolaan alam dan lingkungan hidup. Ini juga akan mengurangi perolehan suaranya secara signifikan.

    Di banyak kekurangannya itu, masih ada beberapa sisi positif dalam kepemimpinannya selama lima tahun terakhir. Atikurrahman mampu melanjutkan kerja pemimpin terdahulu, dalam menyiapkan SKPD-SKPD agar lebih mandiri—terlepas dari kontroversi cara Atikurrahman memilih kepala-kepala SKPD itu.

    Ini yang penting dicermati. Plus-minus, positif-negatif kepemimpinan Atukurrahman, dan dampaknya pada pemilihan berikutnya akan sangat mempengaruhi jalan Subhan Tambera. Bagaimana pun, mereka, Atikurrahman dan Subhan Tambera, adalah paket pemimpin yang membawa Bombana dalam lima tahun perjalanannya penuh kontroversi, dan busuk. Namun ada yang membedakan Atikurrahman dan Subhan dalam Pilkada kali ini; Subhan memiliki “gerbong” Golkar yang akan dia langsir, sedangkan Attikurrahman tidak “berpintu” sama sekali. Secara pasti, dia sudah menyuarakan keinginannya akan menggunakan haknya secara penuh sebagai calon incumbent.

    Lalu, bagaimana peluang H. Tafdil? Saya, secara umum, tidak terlalu mengenal orang ini. Jika bicara di tataran provinsi, sosok ini, tidak dikenal sama sekali. Tapi, bicara di kontinen Bombana, mungkin, figur ini memiliki pengaruh dan simpatisan. Perihal, H. Tafdil, hanya saya ketahui sedikit sekali, selebihnya adalah keterangan kawan, Muhammad Sudarman, dalam tulisannya.

    Bahwa, orang ini memiliki kekuatan finansial yang cukup baik, bahwa dia memiliki basis massa yang kuat, hanyalah penilaian sepihak dan masih harus dibuktikan. Paling tidak, sebutan untuk calon yang satu ini, sebagai kuda hitam, benar adanya. Muncul, tidak diperhitungkan, namun mengancam peluang kemenangan calon lain.

    Rasanya kurang adil memetakan kekuatan dan peluang H. Tafdil, sedangkan saya tidak memiliki keterangan yang cukup mengenainya. Untuk menghindari subjektifitas ini, akan kita bedah kekuatan beliau dari sisi faktor-faktor penentu dalam pemilu yang berlaku umum saja.

    Kekuatan finasial hanyalah salah satu faktor penting dalam proses pemilihan umum. Tanpa dana, tentulah kampanye tidak akan berkembang dengan baik. Dalam prosesnya, dana akan sangat menentukan dalam kreatifitas pembentukan citra calon yang akan maju dalam pemilu, mobilisasi massa, bahkan dapat digunakan dalam salah satu jenis kampanye busuk, yakni politik uang dengan tujuan pengumpulan suara dan sogok pada komponen motorik pemilu, Panwas dan KPU.

    Calon yang memiliki kekuatan dana yang cukup bisa dipastikan siap berlaga. Jika masalahnya tak punya “pintu” parpol, dengan dana yang disepakati, maka soal ini akan selesai dengan mudah. Namun kekuatan dana juga punya sisi yang dapat merusak value kandidat, yakni kesulitan kandidat membantah asumsi kolosal, bahwa target awal ketika dia memimpin kelak adalah mengembalikan semua “pengeluarannya”.

    Basis massa. Kita akan terdengar membual jika membicarakan ini. Dalam peta kekuatan politik, basis massa adalah dua suku kata semu. Sulit dibuktikan, apalagi diklaim. Tak ada, seorang pemimpin di dunia ini yang bisa mempetakan dan mengklaim “basis massa”. Banyak hal empirik yang membuktikan kenyataan ini. Jadi tak perlu rasanya saya tanggapi ini lebih lanjut.

    Padahal, banyak hal yang bisa di gali dari para calon-calon dalam bingkai “kuda hitam”. Rata-rata, kandidat kuda hitam, tidak memiliki beban berarti, kecuali dia akan mengalami kerugian finansial jika gagal berlaga. Rata-rata pula, mereka bisa mengklaim keberpihakan mereka pada rakyat—walau terdengar sepihak—berdasarkan apa yang telah mereka perbuat selama ini. Karena melibatkan wilayah yang terjangkau dan tanpa tergantung kebijakan, upaya-upaya filantropik mereka dapat dijadikan alat ukur bagi mereka sendiri untuk yakin maju dalam Pilkada. Tetapi, tidak semua “kuda hitam” begitu. Selain H. Tafdil, masih ada beberapa politisi yang siap maju—paling tidak mengisyaratkan hal ini—dalam pertarungan.

    Sebut saja mereka; Hasan Mbou (mantan politisi Golkar Sultra yang kini memimpin DPW Partai Patriot Sultra, dan kini duduk sebagai anggota legislatif DPRD Sultra); lalu ada Mashurah Illa Ladamay (eksis sebagai politisi perempuan PAN, dan sekarang duduk sebagai anggota legislatif DPRD Sultra); masih ada Sahrun Gaus (juga mantan politisi Golkar Golkar Sultra yang kini memimpin DPD Partai Demokrat Bombana, juga duduk sebagai legislatif DPRD Bombana); pun ada Ahmad Yani (politisi PBB dan legislatif DPRD Bombana); lalu Amlin Hasan (politisi Hanura, dan seorang pengusaha). Lalu, di barisan muda, ada Abdi (legislatif DPRD Bombana).

    Nama-nama yang disebut terakhir—kurang lebih sama—memiliki catatan politis yang beragam. Kurang lebih sama pula “dosa” politiknya.

    Hasan Mbou adalah termasuk politisi senior Golkar. Pria ini masuk ke tubuh Golkar melalui OKP Pemuda Pancasila. Lama sekali karir politiknya. Genap dua periode duduk dalam fraksi Golkar di DPRD Sultra, kini kiprahnya diteruskan sebagai wakil partai Patriot, juga di lembaga yang sama. Banyak pihak menduga, masuknya Hasan Mbou dalam laga Pilkada Bombana kali ini, sekadar untuk mendorong keinginan pembentukan provinsi baru, Buton Raya, yang sama sekali tidak diinginkan rakyat Bombana. Beliau juga pernah aktif mengelola usaha batu akik di pulau Kabaena. Entah bagaimana kabar usaha batu akik-nya itu, yang jelas tidak ada suara pembelaan dari pria ini soal penolakan tambang di Kabaena.

    Mashurah adalah politisi perempuan dari PAN. Karir politiknya pun tidak lebih lama dari Subhan Tambera. Yang pasti, perjalanan politik perempuan ini, ikut terkerek naik, ketika PAN Sultra di pimpin H. Nur Alam, yang kini gubernur Sultra itu. Saya mencatat, tidak ada upaya yang membuahkan hasil signifikan dari politisi ini terhadap daerah pemilihan yang diwakilinya. Sama halnya dengan Hasan Mbou, politisi ini tidak bersuara sama sekali soal akspansi usaha tambang asing di wilayah Bombana. Tidak ada yang konkrit dari politisi perempuan PAN ini. Kalangan ulama menilainya sumir, ketika dia terindikasi membelokkan ratusan juta rupiah bantuan lembaga Kesra Sultra untuk mesjid-mesjid se-Kabaena, dan beberapa wilayah lain di Bombana. Bagaimana hendak memilih seorang figur, yang terindikasi “mempermainkan” hak rumah ibadah. Jika hak rumah ibadah saja dikemplang, bagaimana mengetahui nasib uang negara nantinya?

    Sahrun Gaus lebih dikenal, awalnya, sebagai tokoh muda Golkar. Masuk ke partai itu melalui OKP KNPI, kino Golkar. Di partai inilah, tokoh muda ini berhasil menduduki kursi legislatif provinsi. Karena usahanya mendukung salah satu kandidat gubernur di waktu silam, dan ketahuan mengatur politik uang bagi 44 anggota legislatif provinsi lainnya, dia terdepak dari panggung politik provinsi. Lama tak terdengar kabarnya, dia terlihat eksis lagi ketika partai Demokrat dideklarasikan. Kini dia menjadi pemimpin puncak partai Demokrat Bombana. Dikenal sebagai sosok yang paham betul bagaimana tindak-tanduk politik, Sahrun Gaus memang matang di OKP KNPI yang dulu mewadahi dia. Satu hal yang sangat dikenal orang dari dia; sikap toleran yang sangat tinggi terhadap lawan politik.

    Ahmad Yani, Amlin Hasan, dan Abdi, adalah sekian politisi muda yang baru “diyakini” hendak ikut serta dalam pilkada kali ini. Walau tak terlalu intens mengutarakan maksud mereka untuk ikut serta, namun banyak faktor yang bisa membuat mereka terus ikut—atau justru mundur sama sekali. Yang jelas, masing-masing dari mereka memiliki keunggulan dan kemunduran, yang secara komparatif akan membentuk warna tersendiri dalam pilkada Bombana.

    Jadi, sesungguhnya masih terlalu dini untuk membuat peta tentang hal ini. Banyak sekali faktor yang akan memperlancar dan menghambat para calon untuk berlaga—pun bagi Panwas dan KPU.

    Kandidat-kandidat itu, terlalu mudah diukur dan ditimbang. Secara kualitatif, sulit membentuk citra yang betul-betul membumi di kalangan rakyat Bombana, sekarang ini. KPU harus bekerja keras mempromosikan pilkada kali ini, untuk membatalkan banyak keputusan untuk ikut serta dalam pilkada. Serapan voters, dikhawatirkan, akan sedikit. Floating voter (pemilih mengambang) akan bertambah. Masih untung jika voters not vote (golongan putih) tidak naik. Jika angka-angka itu terbukti, sudah pasti, sulit melihat pemilu yang aspiratif di Bombana. Pemimpin yang dihasilkan hanya semata-mata adalah pemimpin produk KPU, bukan produk masyarakat.

    Jangan keliru menilai, bahwa isu promordial tidak akan mengambil tempat. Bukankah sudah terilustrasi dari awal tulisan ini, bahwa kepemimpinan yang ada saat ini membangun friksi yang tajam di antara masyarakat asli dan pendatang. Saya jelas mengkhawatirkan ini.

    Argumen saya, tidak sekadar bertumpu bahwa justru di titik ini (isu promordialisme) pemilu kali ini akan berdiri. Bukan pula, setelah pemilu usai, siapa yang menang dan siapa yang kalah. Saya sama sekali tidak merisaukan itu. Perhatian saya ada pada paska pemilu. Bagaimana berharap pemerintahan akan berjalan baik? Bagaimana berharap akan ada koordinasi solid antara pemerintah dan masyarakat? Jika isu promordialisme, isu etnosentrisme, dan geokultural yang sudah ada, dipertajam dan diperparah oleh proses pilkada.

    Saya akan sangat ragu pada kesepakatan bahwa ada “suara rakyat adalah suara tuhan (Vox Populi, Vox Dei…ini ejaan yang benar…) di Bombana. Sebab melihat Bombana, lima tahun lalu hingga hari ini, tidak melambangkan ini. Pemerintahan lima tahun Atikurrahman hanya memproyeksikan sosok aristikrit, penuh kontroversi dan sulit diduga. Tidak tercipta kebangunan integratif antara pemerintah dan rakyat.

    Saya tidak akan menanggapi lebih banyak dulu untuk saat ini. Akan banyak hal yang bisa membuat orang terkaget-kaget. Sekali lagi; ini bukan soal ada yang mewakili atau terwakili, ini soal adil dan tidak adil.

    Salam saja.


    Muhammad Sudarman 31 Januari jam 12:56
    Catatan kecil : Menuju BOMBANA 1

    Pertama sy ingin mengucapkan selamat bertarung untuk semua kandidat. Artinya semua kandidat yg maju adalah yg terbaik dgn kelebihan dan kekurangannya.
    Genderang menuju Bombana 1, kian lama mulai berdengung kencang seiring makin dekatnya pemilu ke-2 di Bombana.
    Beberapa kandidat telah bermunculan, berbagai startegi diterapkan nanti untuk meraup sebanyak mungkin vote voters. Beberapa kandidat mulai melakukan lobi2 ke partai politik, yg kemudian dijadikan kendaraan pada perhelatan pemilu nantinya. Satu yg pasti, dari bbrp kandidat, hny Subhan Tambera yg sdh pasti maju diusung Partai Golkar
    Mari kita mulai berhitung, memetakan vote voters dari 3 kandidat Bupati,
    walaupun ini masih terlalu pagi untuk mengkalkulasi kekuatansebenarnya.
    kita mencoba membagi 3 wilayah vote voters yaitu Ibukota, Rarowatu, Poleang,

    Atikurahman :
    Sang Incumbent, kembali maju untuk mencalonkan diri yg ke-2 kali. Idealnya Incumbent adl. kandidat paling dlm pemilu, namun bbrp isu yg mnjadi senjata lawan politik adalah kasus korupsi yg ditengarai ikut melibatkan beliau, bbrp keputusan beliau yg tdk pro rakyat akan menggerus suara pemilih beliau, dan yg paling fenomenal adl. kasus korupsi yg melibatkan putra beliau. Jgn lupa kekuatan sebenarnya Beliau pd pemilu 5 tahun lalu untuk mengumpulkan suara terletak pada Subhan Tambera, dengan memanfaatkan isu primodial kedaerahan, kandidat ini menang scr mutlak dibbrpa basis suara. Scr kasat mata, suara beliau akan lbh bnyk di daerah Kabaena, yg mana beliau sdh menegaskan sbg putra Kabaena. Kalau 5 tahun belakang Poleang sbg basis masa beliau, pemilu kali ini akan didominasi oleh H. Tafdil dan H. Muhtar. Beliau harus menguras energy yg cukup banyak untuk kembali meyakinkan dan mengembalikan kepercayaan masyarakat. Mungkinkah terjadi?

    Subhan Tambera :
    Beliau adl wakil bupati periode 2005 -2010, pada pemilu kali ini Beliau akan maju sbg Calon Bupati yg diusung oleh Partai Golkar.
    Basis massa beliau terletak di wilayah Rarowatu, Taubonto dan Pangkuri
    sekitarnya. satu hal yg menjadi sorotan dlm masa kepemimpinan beliau adalah tidak adanya gebrakan yg langsung berimbas pada kesejahteran. Ibarat sebuah kapal, Dalam bbrpa tahun terakhir, beliau dan Atikurahman terlihat berbeda haluan dalam menentukan kebijakan. Beliau tenggelam dalam dominasi Atikurahman. Sy tidak melihat adanya satu testimoni yg menunjukan bahwa duet Beliau dan Atikurahman
    membuahkan hasil yg maksimal untuk Bombana, yg terjadi beranak pinaknya kasus korupsi, beliau ditengarai ikut terlibat.
    Untuk mendulang suara, beliau tdk cukup memainkan isu primordial saja krn isu ini sdh tdk relevan lagi sbg komoditas politik. Andaipun beliau mendapat dari Keluarga Kerajaan,Lembaga Adat Moronene ataupun Dewan Adat Moronene, hal ini tdk cukup kuat untuk mengarahkan pemilih nantinya

    H. Tafdil :
    Sy lebih suka mengatakan beliau, adl Kuda Hitam dlm pemilu nantinya. Dukungan dana yg melimpah, menjadikan beliau lebih muda mengorganisir kekuatan lawan politiknya. Dari polling yg ada, menempatkan beliau sbg kandidat yg paling serius untuk memenangkan pertarungan ini, basis massa beliau, dukungan dana dan yg pasti print out beliau adalah kandidat baru yg maju pada pemilu ini.
    Memainkan isu strategis dikalangan grassroot cukup penting untuk mendulang suara, walaupun beliau cukup dikenal oleh bbrp pengusaha lokal

    Catatan kandidat :
    - Dari 3 wilayah tersebut, pertarungan sesungguhnya akan terjadi di wilayah ibukota Bombana, dgn jumlah pemilih yg sgt banyak membutuhkan strategi yg jitu untuk meraup suara. Adu strategis dan Dana, sprtnya akan menjadi point terpenting dlm mengarahkan suara2 pemilih
    - Peran dan mobilisasi calon wakil bupati di bbrpa kantong suara akan
    memperkuat basis massa yg real
    - Isu primodial tdk lagi menjadi isu sentral dlm mendulang suara

    Adalah sumir untuk memetakan kekuatan masing2 kandidat, tapi setidaknya kita punya bayangan tersendiri siapa pilihan terbaik yg akan memipin Bombana. Adu stategi, Kekuatan finansial merupakan penopang memenangi pertarungan ini. Saat sekarang, masyarakat Bombana semakin cerdas dan bijak dalam menentukan pilihan mereka, mereka tentunya berharap pemimpin baru akan akan mengubah nasib mereka
    ke arah yg lbh baik. Kita harus percaya bahwa " Suara Rakyat, Suara Tuhan (Vos Populi, Vos Die).

    @buat sahabat yg ingin melengkapi catatan ini, dipersilahkan dgn hormat untuk mem-posting di AFB

    ~salam busur panah~
    msudarman
    oil & gas company employee
    liana
    liana


    Jumlah posting : 1168
    Join date : 01.12.09

    (Tokotua Heritage) MENGHARAP ANGIN SURGA DI BOMBANA Empty Re: (Tokotua Heritage) MENGHARAP ANGIN SURGA DI BOMBANA

    Post  liana Sat Feb 20, 2010 1:12 pm

    nice info clap1

      Waktu sekarang Sun May 19, 2024 9:18 pm